Hari Anak Nasional, KPA: Masih Banyak Anak Korban Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan

oleh -175 views

Jakarta, Infosulut.idk – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut anak-anak baik laki-laki atau perempuan masih menjadi korban perundungan dan kekerasan seksual di satuan atau lembaga pendidikan. Mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai SMA/SMK atau sederajat. 

Dalam rangka peringatan Hari Anak Nasional (HAN), Komisioner KPAI, Retno Listyarti menyatakan kasus-kasus kekerasan seksual khusus yang terjadi di lembaga pendidikan sepanjang Januari sampai Juli 2022 dari hasil pemantauannya dan berdasarkan kasus yang keluarga korban sudah melaporkannya ke pihak kepolisian.

Sepanjang Januari-Juli 2022 tercatat 12 kasus kekerasan seksual yang terjadi di 3 (25%) sekolah dalam wilayah kewenangan Kemendikbudristek dan 9 (75%) satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama. 

“Berdasarkan jenjang pendidikan, kasus kekerasan terjadi dijenjang Sekolah Dasar (SD) sebanyak 2 (16,67%) kasus, jenjang SMP sebanyak 1 (8,33%) kasus, Pondok Pesantren 5 (41,67%) kasus , Madrasah tempat mengaji/tempat ibadah tiga (25%) kasus; dan 1 (8,33%) tempat kursus musik bagi anak usia TK dan SD. Rentang usia korban antara 5-17 tahun,” kata dia dalam keterangan persnya, Sabtu (23/7/2022). 

Katanya, Korban berjumlah 52 anak dengan rincian 16 (31%) anak laki-laki dan 36 (69%) anak perempuan. Sedangkan pelaku total berjumlah 15 orang yang terdiri dari : 12 guru (80%), 1 (6,67%) pemilik pesantren, 1 (6,67%) anak pemilik pesantren, dan 1 (6,67%) kakak kelas korban. Adapun rincian guru yang dimaksud diantaranya adalah guru pendidikan agama dan pembina ekskul, guru musik, guru kelas, guru ngaji, dan lainnya. 

“Modus pelaku diantara adalah mengisi tenaga dalam dengan cara memijat, memberikan ilmu sakti (khodam), dalih mengajar fikih akil baliq dan cara bersuci, mengajak menonton film porno, ritual kemben untuk menseleksi tenaga kesehatan, dipacari dan janji dinikahi, membersihkan tempat tidur, membersihkan rumah dalam lingkungan pondok kemudian pelaku menjadikan kesempatan tersebut untuk melakukan perbuatan bejatnya terhadap para korban, mengancam korban dikeluarkan dari keanggotaan ekstrakurikuler, melakukan pencabulan saat proses kegiatan pembelajaran, korban ditugaskan membersihkan tempat tidur, membersihkan rumah pelaku, kemudian tersangka menjadikan kesempatan tersebut untuk melakukan perbuatan bejatnya terhadap para korban, dan memaksa korban melakukan aktivitas seksual dalam ruangan kosong dan toilet,”jelasnya.

Sedangkan menurut wilayah kejadian terdiri dari Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur dan Kota Depok (Provinsi Jawa Barat); Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang dan Kabupaten Kediri (Provinsi Jawa Timur); Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang (Provinsi Banten); Kabupaten Pekalongan (Provinsi Jawa Tengah); dan Kabupaten Karimun (Provinsi Kepulauan Riau). 

Putusan Berat Pelaku Kekerasan Seksual

Sebagian kasus kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan pendidikan yang sampai di pengadilan, sebagian diputus berat, diantaranya adalah putusan hukuman mati bagi terdakwa pemerkosaan 13 santriwati di Bandung, Herry Wiryawan (HW) yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Selain HW, hukuman berat bagi pelaku kekerasan seksual di Pengadilan Negeri Kudus pada 19 Juli 2022 menjatuhkan vonis 18 tahun penjara dan denda Rp 10 juta kepada AL, ustad yang melakukan pencabulan kepada delapan santriwati TPQ di Kecamatan Gebog Kudus, Jawa Tengah. 

Majelis hakim berpendapat terdakwa terbukti bersalah dengan melakukan pencabulan para korban yang merupakan anak di bawah umur. Putusan ini, sesuai tuntutan dari jaksa. Yakni 18 tahun penjara. Apabila denda Rp 10 juta tidak mampu dibayarkan, maka akan diganti hukuman penjara selama lima bulan. 

 “KPAI mengapresiasi putusan majelis Hakim PN Kudus terhadap terdakwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak di satuan Pendidikan, harus ada efek jera”, ujar Retno

Sebelumnya, pada Mei 2022, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan menjatuhkan hukuman kepada seorang pendeta di Medan bernama Benyamin Sitepu dengan hukuman penjara selama 10 tahun. Terdakwa terbukti bersalah melakukan pencabulan 6 orang siswinya.Dalam amar putusan majelis hakim, terdakwa merupakan mantan kepala sekolah salah satu sekolah dasar swasta di Kota Medan. 

“Saya selaku Komisioner KPAI, pada peringatan Hari Anak Nasional Tahun 2022, mendesak Kementerian Agama Republik Indonesia untuk segera membuat regulasi setingkat Peraturan Menteri Agama (PMA) terkait pencegahan dan penanggulangan berbagai bentuk kekerasan di satuan Pendidikan. Saatnya negara hadir melalui regulasi untuk memastikan perlindungan bagi anak selama berada di lingkungan Madrasah dan Pondok Pesantren,” pungkas Retno.