Ajang FLS3N Provinsi Sulut Tercoreng, Pelatih Karate Jadi Juri Lomba Jurnalistik. Femmy : Ini Bukan Urusan Saya

oleh -100 views
oleh

Kepala Dinas Dikda Sulut Dr Femmy Suluh MSi saat memberikan sambuatn dalam penutupan kegiatan FLS3N di aula Dinas Dikda Sulut pada, Rabu (30/7/2025) malam. (Foto: Julkifli Madina)

Manado, Infosulut.id – Pelaksanaan Festival Lomba Seni dan Sastra Siswa Nasional (FLS3N) Tingkat Provinsi Sulut tahun 2025 kali ini tercoreng atau ternoda dan menuai kritikan tajam. Hal ini terkait dengan profesionalisme dan kompetensi juri, khususnya pada Lomba Jurnalistik.

Salah seorang guru di Sulut menyatakan, juri yang dihadirkan oleh Dinas Pendidikan Daerah (Dikda) Sulut tidak kompeten dan tidak memiliki profesionalisme di bidang jurnalistik.

“Masa untuk juri lomba jurnalistik adalah seorang pelatih karate. Bagaimana bisa dia menilai karya jurnalistik siswa,” tuturnya kepada wartawan pada, Rabu (30/7/2025).

Dia menambahkan, untuk juri yang diambil dari akademisi juga semestinya dari perguruan tinggi yang punya Program Studi Ilmu Komunikasi. Dengan demikian mereka cukup paham secara teori, sedangkan juri dari kalangan wartawan adalah praktisi dan profesional.

“Kami kecewa dengan hasil ini, siswa kami sudah memberikan yang terbaik, namun kalah di tangan juri yang tidak kompeten,” tuturnya.

Sementara itu, salah satu kepala sekolah di Sulut juga mengeluhkan penilaian untuk Lomba Jurnalistik pada FLS3N. Menurutnya, juri yang dihadirkan mestinya paham dengan ilmu jurnalistik baik secara teori maupun praktek dan itu dimiliki oleh wartawan.

“Dengan demikian dia bisa memberikan penilaian secara objektif berdasarkan kompetensi yang dimiliki sebagai seorang wartawan,” ujarnya.

Salah satu wartawan di Sulut mengatakan, juri dari kalangan wartawan mestinya memiliki sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang dikeluarkan oleh Dewan Pers sebagai pemegang amanat Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Sertifikat kompetensi wartawan itu memiliki tiga jenjang yakni wartawan muda, wartawan madya dan wartawan utama.

“Hal ini diatur dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 3 tahun 2023 tentang Standar Kompetensi Wartawan, sebelumnya diatur dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1 tahun 2010. Ini menunjukan profesionalisme dan kompetensinya sebagai seorang wartawan,” tuturnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, tiga juri pada Lomba Jurnalistik FLS3N Tingkat Provinsi Sulut terdiri dari Susanto Saada yang dikenal sebagai seorang pelatih karate, pengurus Lemkari Sulut juga pendiri Lemkari Saada dan juga staf di Dinas Kominfo Sulut, akademisi Universitas Negeri Manado (Unima) Victory Rotty, dan Alfein Gilingan (wartawan).

Kepala Dinas Dikda Sulut Dr Femmy Suluh MSi saat dikonfirmasi terkait hal ini memberikan penjelasan yang mengambang. Penjelasannya juga berbeda dengan Panduan Tekhnis Pelaksanaan FLS3N 2025 yang dikeluarkan oleh Balai Pengembangan Talenta Indonesia, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.

“Keputusan juri mutlak, torang nda minta personal, torang minta ke perguruan tingginya. Ikuti Juknis (petunjuk tekhnis), permintaan suratnya resmi, dorang mengutusnya, kita kan nda minta orang. Mereka mengutus, kita ‘kan nda tau orang,” tutur Femmy Suluh saat diwawancarai, Rabu (30/7/2025) malam.

Saat ditanyakan jika juri yang datang atau yang diutus tidak sesuai kompetensi, Femmy Suluh mengatakan, bukan urusannya.

“Bukan torang pe urusan. Kan torang minta ke perguruan tingginya, dorang utus dengan pertimbangan bahwa itu sesuai dengan dorang pe kompetensi. Torang pokoknya mengikuti ketentuan. Tantu kalo dorang nda ada itu, dorang akan bilang, tidak ada yang memenuhi ketentuan,” tuturnya.

Saat ditanyakan bahwa untuk juri dari akademisi, lebih tepatnya diambil dari kampus Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) karena memiliki Program Studi Ilmu Komunikasi, jawaban Femmy Suluh justru mengambang dan di luar konteks pertanyaan.

“Torang begini, kalo torang mo tunjung satu-satu ngoni ada ribuan jurnalis di Sulut, paling dorang mo bilang kiapa dia. Jadi kita minta ke institusinya. Kita nda mo komen itu neh, tapi torang cuma ikut Juknis, coba baca juknis,” ujarnya.

“Kita nda tau dorang utus sapa, torang kan minta ke institusi, sama dengan kita mintanya ke institusi, kita nda tau siapa yang diutus,” ujarnya menambahkan.

Pernyataan Femmy Suluh itu justru berbeda dengan apa yang diatur dalam Panduan Tekhnis Pelaksanaan FLS3N 2025. Tidak ada ketentuan untuk menyurat secara resmi ke institusi atau perguruan tinggi untuk meminta tenaga juri. Justru juri yang dihadirkan bisa secara personal, dengan memiliki kompetensi dan profesionalitas.

Dalam panduan itu disebutkan bahwa, juri adalah individu atau sekelompok yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan penilaian terhadap talenta dalam pelaksanaan kompetisi ajang talenta. Tim juri setiap cabang lomba terdiri atas 1 orang juri ketua dan 2 orang juri anggota.

Juri harus memiliki kompetensi, yakni memiliki kepakaran yang relevan dengan cabang ajang talenta yang dinilai dan harus dibuktikan dengan sertifikat, rekam jejak (CV), lisensi/penyetaraan, dan/atau pengakuan lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya adalah juri harus memiliki profesionalitas, yakni tidak memiliki konflik kepentingan, tidak menjadi pembina peserta pada ajang talenta dan institusi yang sama, dan tidak memiliki rekam jejak tidak profesional dalam melaksanakan penjurian pada cabang ajang talenta.(Kifli).