Lukas Tangke Peternak Ayam Petelur Tetap Bertahan di Tengah Pandemi COVID-19

oleh -626 views

Minahasa, infosulut.id – Virus corona penyebab COVID-19 menjadi pandemi di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Adanya pandemi virus corona benar-benar memengaruhi kehidupan banyak orang.

Semua sisi kehidupan penduduk dunia berubah secara signifikan. Berbagai sendi kehidupan terkena dampak virus yang berasal dari Wuhan, China itu.

Momen paling menyedihkan saat pandemi ini, ketika kita mendengar cerita-cerita sedih dari orang terdekat seperti sahabat, keluarga, atau teman yang kehilangan orang tercinta karena virus corona.

Selama kurun waktu lebih dari satu tahun adanya pandemi virus corona pastinya menjadi momen menyedihkan bagi seluruh penduduk dunia, tak terkecuali Indonesia.

Seperti telah disebutkan di atas, pandemi memukul berbagai sendi kehidupan. Pandemi virus corona penyebab COVID-19 membuat banyak bisnis bergejolak. Mulai industri hingga pariwisata dan masih banyak lainnya.

Sektor perekonomian turut terimbas pandemi COVID-19 yang telah terjadi selama satu tahun lebih di Indonesia. Tidak hanya pada sektor ekonomi makro, tetapi juga berdampak pada sektor ekonomi mikro.

Permintaan pun berkurang saat Pandemi apalagi diberlakukannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), dimana saat itu hampir semua rumah makan tutup, restoran tutup dan pariwisata juga sepi baik Hotel dan lainnya serta aktivitas masyarakat dibatasi dan ini sangatlah berdampak pada peternak ayam petelur dimana sepi pembeli.

Foto : Lukas Tangke Peternak Ayam Petelur sedang memberikan makanan pada ayam di peternakannya yang berada di Desa Noongan 3 Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa, Sulut pada Selasa ( 09/11/2021).

Banyak peternak dan petani mengalami kesulitan menjual produk mereka akibat pandemi COVID-19.

Satu di antaranya ialah seorang peternak ayam petelur bernama Lukas Tangke warga Desa Noongan 3 Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa, Sulut. Walau pun dengan adanya pandemi COVID-19 ia tetap bertahan dan berusaha dengan menjual harga telur walau pun hanya kembali modal agar supaya ayamnya juga bisa makan.

“Saya sejak Sebtember 2018 sudah menggeluti usaha ini. Namun, saat pendemi dan dengan adanya PPKM imbasnya cukup besar,” kata Lukas Tangke, Selasa (09/11/2021).

Kata dia, saat awal pandemi permintaan telur sempat merosot dan lebih parah lagi di saat PPKM diberlakukan. Pasar banyak yang tutup, warung-warung juga tidak buka karena masyarakat ke mana-mana sudah tidak boleh,”jelasnya.

“Tapi, ya mau bagaimana lagi, demi keluarga dan anak sebisa mungkin tetap bertahan agar tetap bisa bertahan hidup,” tambahnya.

Tak bisa dimungkiri, pandemi virus corona menjadi masalah bagi banyak orang. Namun, kondisi tersebut tidak menyurutkan semangat Lukas untuk terus mampu bertahan dalam usaha yang ditekuninya.

“Saat kondisi normal ada yang datang langsung beli telur dari luar Kota baik yang datang dari Kota Manado, Kota Bitung dan Kabupaten yang lain. Tapi, adanya pandemi dan pembatasan sosial, hanya pedagang telur yang dekat disini saja yang datang membeli,” ujar pria yang berumur 34 tahun ini.

Kata dia, Banyak temannya sesama pengusaha ayam petelur yang gulung tikar atau tutup usahanya.” Saya saat ini mengelola 6.000 ekor ayam petelur dan ada 5 kandang dengan kapasitas per kandang ada 4.500 ekor dan ada juga 500 ekor ayam dan 1000 ekor ayam,”jelasnya.

Namun, cerita Lukas bertahan selama pandemi tak hanya sampai di situ. Selama pandemi COVID-19, harga telur ayam diketahui naik turun dan sekarang pun masih diharga Rp 32.000 per baki untuk yang ukuran campur dimana harga normalnya Rp 45.000 per baki.

“Naik turunnya harga telur tidak diimbangi dengan harga pakan. Saat harga telur turun, harga pakan justru tetap stabil dan cenderung naik,”kata Lukas.

Harga telur yang fluktuatif tersebut membuat pria yang lahir tanggal 4 Sebtember 1987 itu harus putar otak agar dapat bertahan di masa pandemi COVID-19.

“Selama pandemi ini, tak hanya permintaan yang sempat turun. Tapi, harga telur dan pakan yang tak sesuai. Kalau pakan naik, setidaknya harga telur tidak turun,” ungkapnya.

“Sebelum pandemi COVID-19, harga telur ayam bisa mencapai Rp 45 ribu per baki. Tapi, saat pandemi dan PPKM diberlakukan, harga telur turun 71 persen atau Rp 32.000 perbaki yang ukuran campur,” ucapnya.

Di akhir pembicaraan, bapak murah senyum ini berharap virus corona bisa segera hilang atau situasi kembali normal dan harga telur bisa sebanding dengan harga pakan.

“Mungkin tidak hanya saya, semua orang tentu ingin pandemi ini cepat berahir, dan semoga harga telur tidak terlalu jomplang dengan harga pakan,” pungkasnya mengakhiri pembicaraan.

Penulis : Julkifli Madina